Jakarta, NU Online
Sejarah munculnya tasawuf itu ketika orang sangat terfokus pada hal-hal yang lahiriyah. Maka, makna tasawuf yang sederhana adalah olah jiwa.
Demikian dikemukakan wakil rais aam PBNU KH Musthofa Bisri di sela-sela mengikuti acara al-Multaqo as-Shufi al-‘Alami di Jakarta bebera waktu lalu.
Gus Mus, demikian KH Musthofa Bisri biasa dipanggil, mengatakan tasawuf itu sebagai imbangan dari olah daging, keseimbangan dari olah raga. “Tasawuf banyak yang memadang dari berbagai sudut. Ada yang memandang sebagai lembaga. Ada yang memandang sebagai suatu olah batin. Jadi, sekarang kita mau ambil yang mana, begitu,” ujarnya.
Tasawuf sekarang, kata Gus Mus, ada yang sangat-sangat lembaga, ini bisa menghilangkan makna yang sejati dari tasawuf.
“Tasawuf yang mestinya sangat jiwa, itu belakangan juga sudah cenderung ke daging juga, begitu,” tegasnya.
Dia mengatakan, agama diperdebatkan dari segi fiqih, dari segala macam, memang maju dari segi itu. “Cuma memang lalu muncul umat Islam yang formalitas saja. Pokoknya syarat, rukunnya terpenuhi, sudah. Karena banyaknya amaliyah yang seperti itu, muncul kalangan tasawuf, yang mencoba mengamalkan amaliyah Islam ini didasarkan hati dan batin,” jelasnya.
Saat ditanya tengang kondisi Indonesia akhir-akhir ini, Gus Mus menjawab, “Kita tidak bisa membentengi keadaan umum di dunia ini. Dunia ini kan didominasi oleh kedagingan itu sehingga asalnya yang bersifat kejiiwaan, lambat-laun, dipengaruhi yang bersifat umum yang bersifat daging ini.”
“Kita lama-lama menjadi daging semua. Semula shalat itu kan lahir dan batin. Kemudian menjadi sangat daging ketika orang membicarakan, sangat fokus, sangat menjurus bagaimana supaya shalat itu syah dan segala macam dari sisi lahiriyah,”