Lombok, NU Online. Ribuan orang menghadiri pembukaan Musabaqah Fahmi Kutubit Turats (Mufakat) ke-4 Tingkat Nasional di Hall utama Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahdlatain, Pancor, Lombok, NTB, Selasa (19/08).
Diawali devile dari 33 propinsi dan satu tuan rumah PPNW Pancor. Dalam pembukaannya, Choirul Fuad Yusuf, Direktur Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren, mengatakan bahwa Mufakat yang sebelumnya bernama MQK (Musabaqah Qiraatul Kutub) ini merupakan kelanjutan dari MQK sebelumnya yang pertama kali diadakan di Pondok Pesantren al-Falah Bandung pada 2004. MQK II tahun 2006 diselenggarakan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri dan MQK III tahun 2008 diadakan di Banjarmasin Kalimantan.
MQK kemudian dirubah menjadi Mufakat di Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan Lombok. “Perubahan ini dikarenakan adanya perubahan orientasi, fokus dan spesifikasi kitab yang dilombakan,” katanya.
Kitab-kitab yang dilombakan terdiri dari delapan bidang keilmuan, meliputi kajian Fiqh, Nahwu, Akhlaq, Tarikh, Tafsir, Hadis, dan Balaghah. Masing-masing bidang keilmuan dibagi atas tiga tingkat (marhalah), yaitu marhalah ula, marhalah wustha, dan marhalah ulya, kecuali bidang tafsir, hadis, ushul fiqh, dan balaghah yang terbagi ke marhalah wustha dan marhalah ulya.
Menurut Fuad, setidaknya ada empat tujuan diadakannya Mufakat ini. Pertama, mendorong dan meningkatkan kecintaan para santri kepada kitab-kitab rujukan berbahasa Arab (kutub al-turats). Di samping itu untuk meningkatkan kemampuan santri dalam melakukan kajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama Islam dari sumber-sumber kitab berbahasa Arab.
Kedua, menjalin silaturahmi antar pondok pesantren seluruh propinsi di Indonesia demi terwujudnya persatuan dan kesatuan nasional.
Ketiga, merawat dan memelihara warisan ulama-ulama slafuna salih, baik dengan cara membaca maupun menulis ulang karya-karya tersebut.
Dan keempat, meningkatkan peran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dalam mencetak ulama dan tokoh masyarakat di masa depan.
Sementara itu, dalam sambutannya mewakili Gubernur NTB dan pondok pesantren , Tuan Guru Bajang KH Muhammad Zainul Majdi, MA., mengatakan bahwa pondok pesantren memiliki banyak potensi yang perlu dikembangkan dan diaktualisasikan. Pesantren juga tidak pernah terpisahkan dan tak pernah lepas membangun negeri ini.
“Pesantren tidak pernah tercerabut dari akar budaya dan tradisinya pesantren memiliki peran penting dalam menyemai kebaikan,” tegasnya.
Karena itu, lanjut dia, “kita harus meragukan pesantren yang amaliyahnya tidak mencerminkan kebaikan dan akhlak mulia, apalagi mengajarkan kekerasan,” tandasnya
Menurut Gubernur tamatan pesantren ini, pendidikan pesantren memiliki dua dimensi: dimensi intelektual dan dimensi moralitas. Keduanya berjalan beriringan. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren mengkaji, mendiskusikan, dan mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan. Sementara, dalam dimensi moralitas, nilai-nilai yang diajarkan dipesantren itu kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari santri.