Pancor, NTB, NU Online. Halaqah pimpinan pondok pesantren yang merupakan acara penunjang di Mufakat ke 4 di Pancor berlangsung malam tadi di hotel Lombok Plaza Mataram. Halaqoh dihadiri 120 pimpinan pondok pesantren dan juga dihadiri unsur kementerian agama pusat, wilayah dan daerah serta undangan dari organisasi dan pakar bidang pendidikan Islam.
Halaqah dibuka oleh Dirjen Pendis Kemenag RI Dr H Mohammad Ali. Dalam sambutannya, Mohammad Ali mengatakan ”Pesantren adalah potensi besar. Pesantren sub kultur masyarakat Indonesia sebagai basis penyemaian nilai-nilai spiritual dan etika moral masyarakat Indonesia. Karena pesantren sejatinya adalah sebagai wadahtaffaqahu fiddin dan pengembangan potensi santri dalam berbagai bidang,” katanya.
Oleh karenanya ketika ada stigma negative terhadap pondok pesantren yang radikal itu tidak bisa dibenarkan karena berbeda dengan kondisi dan realitas pesantren pada umumnya. Radikalisme, anarkisme tak mendapatkan tempat dalam ajaran Islam. Islam menolak secara tegas radikalisme, apapun bentuk dan motifnya. Karena Islam memiliki misi profetik rahmatan lil alamim, kesejahteraan bagi semesta.
Halaqah pimpinan pondok pesantren berusaha merespon atas perkembangannya isu-isu radikalisme, gerakan Islam transnasional dewasa ini. Momentum ini sekaligus media revitalisasi dan pembongkaran atas basis khittah pesantren sebagai institusi yang menghormati perbedaan, pluralitas dan multikultur. Isu-isu itu kini semakin nyata dihadapi kalangan pesantren.
Halaqah yang mengusung tema “Pesantren dan Penguatan Pemahaman Keislaman Rahmatan lil Alamin” menjadi ajang tukar gagasan dan sharing pimpinan pondok pesantren. Halaqah ini difokuskan pada dua kelompok atau bidang komisi. Pertama,Pesantren dan tantangan gerakan radikalisme keagamaan. Kedua, Penguatan tradisi akademik kitab kuning di pesantren. Kedua komisi ini menjadi ajang bertukar ide dan mencari gagasan segar bagaimana para kiai memberikan pandangan atas berbagai hal yang muncul belakangan. Khazanah pemikiran Islam yang terbentang luas dari tradisi pengajaran pesantren yang tertuang dalam kitab kuning menjadi maraji para kiai.
Dalam momentum tersebut khususnya berkait dengan penguatan tradisi kitab kuning Mohammad Ali juga menyinggung, “kitab kuning adalah trade mark pondok pesantren. Sebagai turats khazanah tradisi ulama salafus sholeh dalam rangka al mukhafadlatu ala qadimis sholeh wal akhdu bil jadidil ashlah”. Menurut Ali Wal Akhdu bil jadidil alshlah ini adalah pandangan visioner kedepan dalam rangka mengadopsi pemikiran baru yang visible, konstruktif bagi khazanah Islam”.
Halaqah yang berakhir jam 24.00 Wita ini ditutup dengan menghasilkan beberapa catatan penting. Secara umum dapat diringkaskan disini bahwa pondok pesantren memiliki misi profetis untuk menyebarkan Islam rahmatan lil alamin bagi rahmat semesta. Revitalisasi dan kontekstualisasi kitab kuning diarahkan pada pemahaman yang memiliki orientasi dan visi bagi kemajuan peradaban Islam. Munculnya radikalisme dalam berbagai bentuk ditolak dan ditentang oleh Islam karena berlawanan misi profetik Islam yang rahmatan lilalamin.