Lombok, NU Online. Pesantren merupakan tempat mendidik kader-kader bangsa yang ajarannya adalah rahmatan lil alamin. Karena itu, pesantren sama sekali tidak mengajarkan radikalisme yang justeru akan merusak citra pesantren itu sendiri. Hal ini disampaikan Prof. Dr. Muhammad Ali, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI, pada Khalaqah Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia di sela-sela acara Mufakat (Musabaqah Fahmi Kutubit Turats) di Hotel Plaza, Mataram, NTB, Senin malam (18/07)
Menurut Ali, pendidikan Islam atau pondok pesantren memiliki lima pilar dasar yang menjadi karakteristik lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini.
Pertama, pendidikan Islam di pesantren mengajarkan nasionalisme. Sejarah membuktikan bahwa NKRI ini diperjuangkan oleh ulama-ulama. Para kiai dan santri memiliki saham besar dalam membentuk bangsa dan Negara ini. Sejak awal nasionalisme sudah tertanam kuat dalam dada-dada para santri.
Karena itu, Muhammad Ali yakin, tidak satu pun pesantren yang menolak Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bineka Tunggal Ika. “Inilah yang dipelihara para kiai dan santri. Cinta tanah air merupakan bagian dari Iman,” tegasnya.
Kedua, pendidikan pesantren mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang toleran. Toleransi merupakan basis dan pilar pendidikan Islam di Pesantren. Ajaran tersebut, kata Ali, disarikan dari al-Quran sendiri: “Lakum diinukum walyadiin”
Ketiga, pendidikan Islam di pesantren mengajarkan islam yang moderat, Tidak ekstrim radikal dan tidak ekstrim liberal. “Insya Allah, pesantren mengembangkan ajaran-ajaran islam moderat. Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah sendiri: ‘Khairul umur ausatuha’”, ujarnya.
Keempat, pesantren menghargai keragaman budaya (multikulturalisme). Menurut Ali, keragaman agama, budaya, dan etnis dalam rangka lita’arafu (agar saling mengenal), bukan litabaghadu (saling membenci dan memusuhi) sebagaimana yang ditegaskan QS
Dan kelima, pendidikan pesantren mengajarkan Islam yang bersifat inklusif bukan eksusif. Pesantren terbuka pada dan menerima siapapun, termasuk non-muslim.
Lima pilar inilah, kata Ali, yang selama ini diajarkan di pesantren-pesantren. “Nah, MUFAKAT ke-4 Tingkat Nasional ini diantaranya bertujuan melestarikan ajaran-ajaran islam yang ditulis ulama yang isinya terkait dengan lima pilar itu,” pungkasnya.