Surabaya, NU Online
Salah satu ilmu yang kini kurang mendapatkan perhatian masyarakat adalah ilmu balaghah, yang merupakan bagian dari gramatikan Bahasa Arab. Orang biasanya hanya fokus pada nahwu dan sharaf, sementara balaghah dilupakan. Padahal di cabang ilmu balaghah itulah banyak tersimpan rahasia kalimat Bahasa Arab.
“Ilmu balaghah itu sangat penting, kalau kita ingin mendalami Al-Quran dan Al-Hadits secara sempurna,” tutur Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Miftachul Akhyar.
Kiai Miftah mencontohkan belakangan ini adanya orang yang memberi makna Hadits secara melenceng. Dalam Hadits perintah nahi munkar (man ro’a minkum munkaron,dst), di bagian akhir terdapat kata “dzalika”. Ternyata “dzalika” dikembalikan pada mencegah dengan tangan, yang berarti orang yang mencegah kemunkaran dengan tangan atau kekuasaan termasuk orang yang lemah iman.
“Hati-hati, ini cara orientalis membelokkan makna Hadits, seperti benar, tapi salah,” tutur Kiai Miftah.
Orang yang tidak mengerti ilmu balaghah tidak akan tahu di mana letak kesalahan itu, sebab “dzalika” memang isim isyarah lilba’id (kata penunjuk untuk makna jauh). “Inilah pintarnya orientalis membelokkan makna. Padahal tidak ada satu pun kitab yang memberi makna seperti itu,” lanjut Kiai Miftah.
Padahal sejatinya, orang yang hanya berdiam diri saat menyaksikan kemunkaran, mungkin karena ketidakmampuan, itulah yang dikatakan sebagai lemah iman.
Mantan Rais Syuriyah PCNU Surabaya itu menjelaskan, jika orang mengerti ilmu balaghah, tidak semua kata “dzalika” bermakna kata penunjuk jauh. Kadang bisa bermakna keagungan, kadang karena langka. Contoh paling gampang adalah ayat kedua dalam Surat Al-Baqarah. Kata “dzalika” tidak bermakna penunjuk jauh, tapi menyimpan makna keagungan.
“Bahasa Al-Quran itu sangat banyak menyimpan rahasia, makanya tidak semua orang boleh mengartikan Al-Quran, apalagi dengan seenak udelnya,” lanjut Kiai Miftah.
Pengasuh Pondok Pesantren Miftachussunnah Kedungtarukan Surabaya itu membeikan contoh usaha orientalis yang mengkritik Surat Al-Fatihah. Menurut mereka Surat Fatihah terlalu panjang hingga 7 ayat. Banyak kata yang bisa diringkas. Lalu mereka membuat ringkasannya.
Sekilas memang tampak lebih bagus karena lebih efisien dan tidak banyak mengulang kata. Namun ketika diteliti lagi, ternyata ada maksud lain. Di situ mereka ingin menghilangkan sebanyak mungkin kata Allah. Dan yang bisa mengetahui seperti itu adalah mereka yang memahami ilmu balaghah.