Surabaya, NU Online
Persoalan pengembalian uang hasil korupsi menjadi topik menarik dalam pengajian Ramadhan di Kantor PWNU Jawa Timur pada Kamis (11/8) siang. Apalagi kalau pelaku korupsi alias koruptor baru sadar dan berniat mengembalikan hasil jarahannya ketika uang sudah habis. Bagaimana cara pengembaliannya agar persoalan tidak bersambung ke akhirat?
“Dia harus terus berusaha untuk dapat mengembalikan uang itu kepada negara, kalau sudah dikembalikan seluruhnya, baru dia bertobat kepada Allah dengan sungguh-sungguh,” kata H Masyhudi Mukhtar, MBA, Sekretaris PWNU yang siang itu kebagian mbalah.
“Bagaimana kalau uangnya sudah habis?” kejar Sulaiman Sulaimi, yang juga staf sekretariat PWNU. Memang begitulah pengajian Ramadhan di PWNU bulan ini. Jamaah boleh bertanya, kalau perlu mengejar lagi jika dirasa masih ada yang janggal. Padahal dalam keseharian di PWNU, Sulaiman adalah notabene anak buah Pak Hudi –sapaan Masyhudi Mukhtar – sendiri.
Kalau uangnya sudah habis dan dia benar-benar ingin mengembalikan uang itu namun tidak mampu, menurut Pak Hudi, masih ada jalan yang dapat ditempuh. Yaitu memohonkan ampun atas umat atau orang yang pernah disalahi.
“Ulama kita telah mengajarkan untuk memohonkan ampun kepada orang yang pernah disalahi, setiap usai shalat,” tutur Pak Hudi seraya membaca istighfar astaghfirullahal adzim li waliwalidaiya waliashabil huquqi alaiya (saya memohon ampun kepada Allah, atas diriku, kedua orang tuaku, dan orang-orang yang mempunyai hak yang belum saya kembalikan.
Istighfar tersebut sama kegunaannya dengan orang yang berniat meminta maaf kepada orang yang sudah mati. Dan kata ‘ashabil huquq’ tidak hanya bermakna satu atau dua orang, tapi juga bisa bemakna umat atau bangsa. “Ini istighfar yang tidak bisa diremehkan. Kiai-kiai kita dulu itu luar biasa, sampai detil seperti itu,” jelas alumni Pesantren Tebuireng Jombang itu.
Oleh karena itu, mantan anggota FKB DPRD Jawa Timur itu mengingatkan, kalau seseorang telah mengamalkan wirid tertentu, hendaknya tetap tidak meninggalkan istighfar yang khas NU dan luar biasa tersebut. Sebab dosa kadang datang tanpa disangka, sementara ketika tersadar orang yang hendak dimintai maaf sudah tidak ada. “Ulama-ulama kita memang hebat, sampai di situ tingkat ketelitiannya,” jelas Pak Hudi.