Serang, NU Online
Bulan Ramadan memang sangat identik dengan ibadah. Karenanya, di berbagai kelompok masyarakaat, momen ini banyak dimanfaatkan untuk mendekatkan diri pada sang Khalik dengan mengamalkan berbagai amal saleh.Bagi kalangan santri, selain menjadi ajang untuk menggiatkan amal saleh, Ramadan juga menjadi saat yang tepat untuk memperdalam berbagai bidang ilmu. Seperti yang dilakukan para santri Pondok Pesantren Modern Nur El-Falah.
Di Pesantren yang berdiri pada 1943 di Kampung Kubang,Desa Tunjungteja Kecamatan Tunjungteja, Kabupaten Serang Propinsi Banten itu, pengelola ponpes secara rutin menggelar Aktifitas Ibadah Ramadan (AIR).
Program ini berisi kegiatan mengkaji Al-Qur’an, Dzikir, Sholat Tarawih, dan pendalaman agama Islam seputar Puasa di bulan Ramadan. Hal ini di lakukan para pengurus Pondok Pesantren untuk menambah motivasi dan mengingatkan para santri tentang Ibadah Puasa yang di lakukan selama satu bulan penuh.
“Semua program itu memang sudah menjadi kegiatan rutin pesantren di setiap Ramadan. Santri diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan ini, demi memacu semangat dan menambah pemahaman mereka dalam berpuasa,” ujar Pembina Pondok Pesantren Nur El Falah, Idy Faridi Hakim kepada NU Online, Ahad (21/8).
Dalam kesempatan tersebut, Idy menjelaskan seputar sejarah singkat dari PonPesNur El Falah yang di binanya. Dikatakan Idy, Ponpes tersebut didirikan oleh KH Abdul Khabier pada 1943. Namun pada saat terjadi agresi militer belanda yang ke-dua, 1948, tempat tersebut dibakar habis oleh belanda, dan yang tersisa hanyalah gedung Madrasah Ibtida’iyah yang saat ini berada di seberang ponpes. Setelah kejadian tersebut, Pondok pesantren yang sudah habis dibakar itu dibiarkan begitu saja selama sembilan tahun.
“Tempat itu mulai dirintis lagi oleh KH Abdul Khabier ketika dirinya menduduki jabatan di dalam pemerintahan sebagai pejabat Kewedanaan Pamarayan pada tahun 1950-1952. Dan 1952-1959 menjadi Kewedanaan Ciomas, sekaligus pejabat Konstituante di Bandung sebagai aktifis Nahdlatul Ulama, dan menang dalam pemilu pertamanya di tahun 1955.
Hingga akhirnya pada tahun 1959, KH Abdul Khabier menjadi pejabat Direktorat Pendidikan Agama Islam, barulah tempat itu mulai dibenahi kembali dengan mendirikan sekolah Formal tingkat SMP dan SMU Muallimin, dan hingga kini tempat tersebut semakin berkembang dan diminati para orang tua yang menginginkan anaknya mengenyam pendidikan pondok pesantren.
“Saat ini jumlah santri di ponpes kami mencapai 2200 orang, terdiri dari putra-putri, akan tetapi dari jumlah itu, tempat kami hanya dapat menampung 300 orang untuk tinggal dan menetap di dalam pesantren, jadi yang lainnya banyak yang ngontrak rumah atau pun pulang pergi,” terangnya.
Yuni, santri di tempat tersebut, mengaku senang belajar di Ponpes Nur El Falah yang memadukan pelajaran formal dan pelajaran agama Islam yang mendalam. Apalagi, sehari-harinya setiap santri juga diharuskan untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab.
“Setiap santri wajib berbahas inggris dan arab saat ngobrol dengan siapa saja. Ini sangat baik bagi kami. Tetapi, yang sering dikeluhkan di sini adalah sola kobong,” kata Yuni seraya meminta pengurus ponpes bisa menambah kobong untuk santri lain yang ingin menuntut ilmu di ponpes tersebut.