Jepara, NU Online
Selepas shalat sunah tarawih, para jamaah tidak lantas pulang. Setelah wirid dan doa yang dipimpin oleh imam kemudian dilanjutkan dengan melantunkan syiiran “Aqoid Seket”. Dinamakan Aqoid Seket (Aqoid Limapuluh) karena merangkum sejumlah sifat wajib, muhal dan jaiz Allah dan Rasul serta sebagian siroh nabawiyah.
Suhada Sholihin, S.EI, Sekretaris PC Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) kabupaten Jepara menuturkan dua versi terkait syiiran Aqoid Seket. Versi pertama, menurutnya berasal dari KH Abdullah Hadziq Balekambang, Nalumsari.
“Ada yang mengatakan bahwa syiiran Aqoid Seket itu dari Mbah Dullah Balekambang. Mbah Dullah menerima itu juga dari guru-gurunya kemudian ditular-tularkan kepada santri-santrinya,” tuturnya saat dikonfirmasi NU Online, Jum’at (26/8).
Sedangkan versi yang kedua, lanjut mahasiswa Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang berasal dari Mbah Muslim (KH Muslim) Robayan, Kalinyamatan.
“Kemudian syiiran itu diterjemahkan sesuai dengan versi kiai-kiai kampung yang bersangkutan. Kadang satu tempat dengan tempat yang lain ada syair yang berbeda ada pula yang sama. Tetapi pada dasarnya intinya tetap sama,” lanjutnya.
Sejak hari pertama hingga akhir tarawih syiiran itu dilantunkan bersama-sama. Setelah usai melantunkan jamaah diberi jadah, jajan pasar ala kadarnya.
“Meski demikian syiiran Aqoid Seket tidak mesti dijumpai seluruh desa di Jepara. Ada yang melantunkan syiiran itu ada pula yang tidak. Tergantung kepada Imam musholla, langgar dan masjid yang bersangkutan,” imbuhnya.