Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan kekuasaan di Indonesia saat ini sudah dikapling oleh partai politik dan sama sekali tidak menguntungkan rakyat. Karena itu,reshuffle kabinet yang akan dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diyakini tidak akan membawa perbaikan bagi kehidupan rakyat.
“Kabinet presidential rasa parlementer. Negara dikapling partai politik. Reshuffle kabinet pun tidak bisa keluar dari himpitan kabinet presidential yang rasa parlementer itu,” kata KH Hasyim Muzadi dalam Seminar Sosialisasi Empat Pilar, Urgensi Perubahan Kelima UUD 1945: Konsolidasi Demokrasi dan Jati Diri Bangsa di kantor ICIS, Jalan Dempo, Jakarta, Jumat 23 September 2011.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini meragukan SBY berani mengambil langkah mencopot atau mengangkat seorang menteri berdasarkan kompetensi. Sebab, kekuasaan sekarang telah “tersandera” oleh kepentingan partai-partai anggota koalisi.
Namun, jika SBY ternyata berani mengambil langkah yang luar biasa, posisinya di hadapan rakyat akan membaik, meski melukai partai-partai koalisinya. Sebaliknya, tambah dia, jika SBY ternyata masih takut pada partai koalisi, ia akan semakin tidak populer di mata rakyat.
“Kalau presiden berani mengambil keputusan yang menguntungkan rakyat, dia akan dibela, meskipun akan disesali oleh partai,” ujar Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini.
Mantan Ketua PW GP Ansor Jawa Timur ini lantas mengingatkan kepada SBY agar tidak terlalu sering mengobral janji kepada rakyat, termasuk soal reshuffle kabinet. Sebab, rakyat sudah bosan dengan janji-janji yang tidak terealisasi.
Karena itu, menurut dia, SBY sebaiknya segera mengambil langkah konkret untuk membenahi kekurangan yang ada demi rakyat. “Masyarakat sekarang ini sudah bosan dengan akan, akan, dan akan,” katanya.
Menurut dia, situasi Indonesia sekarang berada dalam keruwetan. Selain masalah ekonomi yang dihadapi rakyat, hukum masih jauh dari keadilan dan demokrasi rasa transaksional. “Hukum di Indonesia menjadi tumpul ketika berhadapan dengan uang,” katanya.
Situasi yang tak menentu itu, dia melanjutkan, bisa menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan, selanjutnya bisa menyebabkan anarki. “Yang terjadi bukan revolusi, karena revolusi harus ada pemimpinnya dan visi misinya,” jelasnya.
Hasyim juga mengatakan, sistem kenegaraan di Indonesia memang tidak jelas, termasuk soal hubungan trias politika. “Kabinetnya presidentil rasa parlementer. Jadi, seperti susu rasa stroberi. Ini menjadi keruwetan, tapi yang menikmati semakin banyak. Ada DPD yang merupakan lembaga tinggi, tapi perannya belum tinggi-tinggi,” katanya.
Sebelumnya, SBY mengatakan reshuffle yang dilakukan demi perbaikan kinerja pemerintahan pada sisa waktu masa jabatan tiga tahun ke depan.
“Sehingga reshuffle yang insya Allah, akan saya lakukan sebelum genap dua tahun pemerintahan ini, 20 Oktober mendatang, didasarkan atas pertimbangan pertimbangan yang logis, rasional. Seperti itu,” kata SBY seperti ditulis situs kepresidenan.
Sumber: VivaNews