Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan, selama ini pihaknya tidak hanya berupaya untuk menghadang laju konten pornografi. Namun juga situs negatif lainnya, termasuk situs-situs radikal yang pemblokirannya sudah mencapai sekitar 300 situs.
Dijelaskan Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, pemberantasan situs radikal ini sudah dilakukan sejak gerakan perlawanan terhadap konten negatif di internet dilontarkan Menkominfo Tifatul Sembiring pada Agustus tahun 2010.
“Publik selama ini mungkin lebih melihat kita memblokir situs-situs porno, padahal tidak demikian, situs-situs radikal juga kami tertibkan,” tukasnya kepada detikINET, Rabu (28/9/2011).
Adapun kriteria situs yang dimaksud radikal adalah yang berisi konten-konten yang menentangkan ajaran agama, permusuhan, kerusuhan, dan ajakan yang menyebarkan kebencian lainnya.
Nah, hingga saat ini Kominfo sejatinya sudah menerima 900 laporan yang masuk terkait keberadaan situs radikal tersebut. Namun setelah dilakukan verifikasi, nyatanya cuma ada 300 situs yang dinyatakan melanggar dan harus diblokir.
“Laporan dari masyarakat memang banyak yang masuk ke posko pengaduan Kominfo. Namun setelah dicek itu banyak yang masuk ke grey area dan unsurnya tidak terpenuhi,” kata Gatot.
Dalam melakukan pemblokiran situs radikal, Kominfo yang bekerja sama dengan ISP berlindung pada payung hukum di UU ITE, khususnya pasal 28 ayat 2 dan pasal 29.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.
Sedangkan pasal 29 berbunyi:”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”.
Ancaman hukuman bagi pelanggar kedua pasal tersebut tertuang pada pasal 45 UU ITE. Dimana pelanggar pasal 28 ayat 2 diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Sementara pelanggar pasal 29 diancam pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar.
“Namun sampai sekarang sepertinya belum ada pelaku di balik situs-situs radikal tersebut yang dihukum. Dan itu pun bukan koridor kami, melainkan pihak kepolisian,” pungkas Gatot.