Jakarta, NU Online
Kalangan petani tembakau belakangan menjadi sangat sensitif, seiring segera disahkannya Rancangan Peranturan Pemerintah (RPP) tentang Penetapan Pengamanan Pengendalian Dampak Penggunaan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Saking sensitifnya, mereka menyebut tembakau memiliki batas yang sangat tipis dengan agama, yang tak menutup kemungkinan memicu perpindahan keyakinan.
Ungkapan itu mencuat dalam launching dan bedah buku ‘Hitam Putih Tembakau’ hasil karya Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU dan tim riset Universitas Indonesia (UI), Kamis, 13 Oktober 2011 kemarin. Adalah Agus Setyawan, Kepala Desa Campurejo, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung yang mengungkapkannya. Pria bergelar Sarjana Ekonomi tersebut menegaskan tembakau memiliki peranan penting dalam kehidupan petani, tak terkecuali masyarakat yang dipimpinnya.
“Orang Jawa bilang yen weteng luwe pikiran iso maleh (jika perut lapar pikiran bisa berubah). Tembakau bagi kami masyarakat Temanggung sangat penting peranannya, karena ini menyangkut perut, menyangkut bagaimana kami bisa makan dan hidup,” tegas Agus dalam kesempatan tanya jawab dengan narasumber.
Pria yang membiarkan rambutnya panjang meski menjabat sebagai kepala desa tersebut mengungkapkan sejumlah contoh kasus, bagaimana tembakau sangatlah vital dalam kehidupan masyarakatnya. Bahkan urusan agama diakuinya bisa dikalahkan oleh kepentingan tembakau.
“Ada satu desa di Temanggung yang mayoritas warganya massa Muhammadiyah. Saat Muhammadiyah menyatakan rokok haram, dengan tegas mereka mengaku siap menyeberang ke NU yang menghalalkan, atau ke aliran lain yang tidak mengharamkan rokok,” ungkap Agus disambut tepuk tangan meriah peserta lainnya.
“Pernah juga salat Jum’at bubar gara-gara tembakau. Jadi ceritanya saat itu tembakau harganya sedang bagus-bagusnya. Tembakau yang sudah setengah kering ssaat itu ditinggal jamaah Jum’at, tapi di tengah salat gerimis turun. Jamaahnya bubar, ini benar terjadi dan bukan semata karangan saya,” tandas Agus mengungkapkan contoh kasus lain.
Dari contoh kasus yang diungkapkannya, Agus mendesak pemerintah bersikap arif dalam rencana penerbitan RPP Tembakau. Dia juga mengingatkan tembakau tak hanya menjadikan seorang petani bisa berubah keyakinan dalam beragama, tapi melunturkan rasa nasionalisme yang dimilikinya.
“Kalau Pemerintah terus menyudutkan petani tembakau di Temanggung, Temanggung mungkin bisa mendirikan negara sendiri, sama dengan Tomir Leste. Bahkan Temanggung bisa lebih kaya, karena memang tembakau maha dahsyat bagi kami,” papar Agus meyakinkan.
Terkait hukum haram merokok, Agus dengan tegas juga menolaknya. Tidak sebatas karena kehidupan maasyarakat yang dipimpinnya sangat bergantung pada tembakau, dia juga menganggap fatwa tersebut tidak berdasar. “Merokok (nantinya) mati, tidak merokok (nantinya) juga mati. Sama-sama akan mati, mari merokok sampai mati,” ujarnya dalam joke yang mengundang gelak tawa peserta bedah buku.
LTN PBNU dan tim riset UI telah menyelesaikan penelitian mengenai kehidupan petani di empat kota/kabupaten di Pulau Jawa yang menjadi lokasi utama pertanian komoditi tersebut. Hasil dari penelitian tersebut dibukukan dan diedarkan secara luas dengan judul Hitam Putih Tembakau.
“Melalui buku ini kami ingin Pemerintah melihat, kebijakan pertembakaun ke depan harus melihat secara nyata nasib petani. Ini penting karena kebijakan yang saat ini ada sangat tidak menguntungkan petani, paadahal peranan mereka dalam menyumbang pemasukan negara tidaklah kecil,” ungkap editor buku Hitam Putih Tembakau Andi Rahman Alamsyah.