Jakarta– Research in Motion (RIM), produsen pembuat Blackberry menyatakan tidak jadi berinvestasi di Indonesia karena khawatir akan dikenakan pajak ganda. Perusahaan Kanada itu mendapat informasi dari konsultan kalau investasi harus bayar pajak di Indonesia dan Kanada.
Padahal, kata Edy, itu adalah informasi yang salah. Sebab, Indonesia dan Kanada punya kerjasama sehingga perusahaan tidak harus dua kali membayar pajak. “Maka, saya katakan kepada RIM, Kenapa Anda tidak tanya ke pemerintah? Itu kesalahan fatal Anda,” kata Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawady, Kamis, 6 Oktober 2011.
Penjelasan tersebut didapat Edy saat mengunjungi Kanada beberapa waktu lalu. Kunjungan itu merupakan program rutin Kementerian Koordinator Perekonomian. Kanada dipilih karena cukup banyak perusahaan dari negara itu berinvestasi di Indonesia dan punya banyak keunggulan.
Secara umum, Edy juga menanyakan apa syarat agar satu wilayah di mana RIM tertarik untuk mengikat kontrak kerjasama pembuatan BlackBerry. RIM menyebutkan antara lain infrastruktur, pembiayaan, fasilitas, pelayanan publik dan perusahaan yang bisa mendukung produksi.
Ke depan, kata Edy, promosi investasi memang harus dibantu dengan tenaga konsultan. Sehingga tidak ada kesalahan informasi tentang Indonesia.
RIM juga menilai pengusaha Indonesia tidak mampu memproduksi BlackBerry. Oleh karena itu RIM sudah menawarkan kerjasama pembuatan BlackBerry. Sayangnya, investor di dalam negeri itu tidak bisa memodali pembuatan ponsel pintar itu.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan, ada tiga orang Malaysia yang menyatakan bisa investasi BlackBerry dengan modal sendiri. “Jadi, RIM tinggal order kepada mereka,” kata Edy.
Dia lalu menjelaskan, sebetulnya, RIM tidak benar-benar membangun pabrik di Malaysia. Sistem produksi BlackBerry adalah dengan cara kontrak kerjasama dengan perusahaan atau pihak lain yang mampu membuat ponsel pintar tersebut. “Jadi, bukan investasi fisik,” ujarnya.
Maka sekarang konsumen mengenal ada BB Turki, BB Mexico dan sebagainya. Ada juga BB yang dibuat khusus untuk pasar Amerika Utara dimana produknya sebagian besar diproduksi dengan cara manual, bukan mesin. “Alasannya, ini hanya untuk konsumen mahal,” kata dia.
Lebih jauh Edy menyebutkan RIM sebenarnya adalah perusahaan berbasis penelitian dan pengembangan (research and development). Mereka biasanya membangun perusahaan dekat universitas. Maka, dari situ mereka bisa menghasilkan teknologi pintar seperti ponsel dan komputer mini.
“Modal mereka human capital. Saya datang kesana untuk belajar bagaimana mereka mentransform sumber daya manusia jadi human capital,” kata dia.
Selain itu, Edy juga mencari kemungkinan produsen Indonesia untuk mensuplai kebutuhan konten atau suku cadang produk RIM. “Sebab, dalam lima tahun terakhir Indonesia telah membuat pelengkap seperti casing. Orang Indonesia juga pandai membuat software,” kata dia.
Sumber: TempoInteraktif