JIKA Kamis (13/10) pagi ini Anda bertandang ke lapangan depan gedung B1 Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes, pastilah akan segera mendapati suasana yang “beda” dari sebuah kampus. Aura Jawa, itulah yang akan segera meruap.
Gending Jawa mengalun lamat-lamat. Tratak yang di bawahnya penuh dengan kursi merah berjajar–jajar rapi menghadap panggung terbuka. Di beberapa sudut, rangkaian janur tampil apik menghiasi. Sementara di sekitarnya, ratusan mahasiswa mondar-mandir dan sebagian lainnya duduk-duduk.
Yang jelas berbeda adalah pakaian yang mereka kenakan. Mereka tak berjas almamater, putih-hitam, atau berkostum olah raga laiknya ketika ada acara di universitas konservasi. Mahasiswi mengenakan jarit untuk bawahan, sedangkan atasannya kebaya. Sedangkan laki-laki, berbaju surjan atau lurik.
Tapi Anda akan salah jika menyangka aura yang terbangun jadul belaka. Tidak, Jawa yang tengah mereka pampangkan dalam acara bertajuk Gebyar Jawa, yang dihelat oleh Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa FBS Unnes ini justru lebih tepat disebut sebagai hasil negosiasi tradisi dan masa kini.
Tak hanya mahasiswa yang “berbusana” Jawa. Para dosen pun tak ketinggalan. Bahkan, ketika jarum jam menunjuk angka 7 lebih 30, Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FBS Unnes Dewa Made Kartadinata sudah datang lengkap dengan beskap, jarit, dan keris di pinggang.
Hingga berita ini ditulis, panitia penyelenggara masih melakukan berbagai persiapan. Kegiatan yang rencananya dibuka Pembantu Rektor I Agus Wahyudin itu akan diisi arak-arakan budaya. Ratusan mahasiswa akan berkeliling kampus.
Di luar itu, akan dilakukan pengumuman pemenang Lomba Limpad Papad, yakni lomba penulisan dalam bahasa Jawa di Wikimedia. Selain para pengelola Wikimedia, akan hadir pula artis Cristian Sugiono yang berindak sebagai duta ilmu pengetahuan.
Sumber: Unnes.ac.id