Jombang, NU Online
Pengurus Cabang Muslimat NU Jombang pada Sabtu (15/09) mengadakan halal bihalal dan peresmian dua gedung milik Muslimat NU Jombang. Dua gedung baru yang diresmikan adalah Gedung Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Muslimat NU dan Gedung perkantoran Muslimat NU.
Kegiatan yang diselenggarakan di halaman gedung kantor baru Muslimat NU Jombang di Jalan Cokroaminoto No 2 Jombang tersebut dihadiri oleh Ketua Umum PP Muslimat NU, Dra Hj Khofifah Indarparawansa, ketua PW Muslimat NU Jawa Timur, Hj Masruroh Wahid, MSi, Ketua PCNU Jombang, Dr Isrofil Amar, Wakil Bupati Jombang, Wijono Suparno, serta seluruh pengurus Anak Cabang dan Ranting Muslimat NU Jombang.
Juga tampak hadir dalam kegiatan tersebut, KH Hasib Wahab, Pengasuh POndok Pesantren Bahdrul Ulum Tambakberas Jombang dan beberapa kiai pengurus NU Jombang.
Menurut ketua PC Muslimat NU Jombang, Hj Aisyah Baidlowi, pembangunan gedung perkantoran Muslimat NU Jombang dimulai sekitar empat tahun yang lalu. “Alhamdulillah, berkat do’a ibu-ibu, kantor yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 23 November 2007, saat ini setelah empat tahun kurang satu bulan, bisa diresmikan. Mudah-mudahan kantor diberkahi oleh Allah SWT,” Nyai Aisyah.
Lebih lanjut dia mengatakan: “Gedung ini akan kita sebagai pusat pemberdayaan perempuan, khususnya perempuan NU, yang saat ini memiliki potensi yang sangat besar”.
Sedangkan, Hj Khofifah dalam sambutannya, sebelum meresmikan dua gedung tersebut menyampaikan beberapa hal, terutama yang berkaitan dengan hasil Rapat Pimpinan (Rapim) Muslimat NU yang mengundang beberapa tokoh nasional.
“Rapim dengan mengundang beberapa tokoh nasional ini untuk menguatkan posisi Muslimat NU, serta berupaya membangun ukhuwah wathoniyah disambungkan dengan ukhuwah Islamiyah dan selanjutnya dengan ukhuwah nahdliyah” ujarnya yang disambut antusias ibu-ibu yang hadir dari seluruh pelosok Jombang.
Lebih lanjut, Khofifah menguaraikan secara jelas maksud dari ungkapannya tersebut “Bagaimana kita bisa menempatkan diri kita sebagai orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang berada di Indonesia. Dua ungkapan itu beda, karena jika kita orang Islam yang berada di Indonesia, maka kita layaknya wisatawan, yang tidak tahu menahu kondisi bangsa ini”.