Suatu hari Kiai Ahmad Dalhar Watu Congol, Magelang kedatangan seseorang tamu Tionghoa non Muslim. Sang tamu bercerita bahwa perusahaannya bangkrut dan ia harus menanggung hutang yang cukup banyak. Sang tamu minta kepada Kiai agar diberi ‘amalan’ yang dapat ‘mendatangkan’ rejeki sehingga sang tamu dapat melunasi hutang-hutangnya.
Tanpa banyak kata Kiai Ahmad memberi ‘ijazah’ agar sang tamu mengamalkan wirid dengan membaca fatihah dan shalawat. Kiai Ahmad berucap “Wocoen: fatihah satus, shalawat satus. bendino!” (Baca tiap hari! fatihah dan shalawat 100 kali).
Tanpa banyak komentar sang tamu kemudian mohon pamit dan pulang.
Setahun setelah peristiwa itu, Kiai Ahmad kedatangan tamu yang membawa oleh-oleh “wah” mulai dari makanan sampai barang-barang berharga. Kiai Ahmad pun bertanya-tanya kenapa ada tamu yang membawa pemberian begitu banyak. Sang tamu pun menjelaskan bahwa berkat menjalankan ‘amalan” Kiai Ahmad ia mendapatkan jalan keluar. Hutang-hutangnya terlunasi, perusahaannya dapat bangkit kembali.
Kiai Ahmad bertanya, lho kamu Islam apa bukan? Dijawab bukan Islam. Lalu kamu mengamalkan apa? Dijawabnya, “Ya itu Kiai, yang dari panjenengan itu. Panjenengan kan nyuruh saya agar membaca “fatihah satus, sholawat satus… fatihah satus, sholawat satus…“. Ya itu yang saya baca sebanyak-banyaknya.”
Kiai Ahmad pun tertawa terpingkal-pingkal. (Muhammad Nuh)
Sumber: NU Online