Suatu hari, Gus Dur mendapat undangan menjadi pembicara di luar kota. Dari rumah Ciganjur, Gus Dur menaiki mobil pribadinya yang dikemudikan Nurudin Hidayat. Tidak seperti biasanya, kali ini Gus Dur tanpa pengawalan mobil pratoli. Agar cepat sampai lokasi acara, Nuruddin pun menyetir dengan kecepatan tinggi. Tak peduli jalanan ramai, banyak lalu lalang kendaraan lainnya.
Baru berjalan puluhan kilo meter di tengah kota, mobil Gus Dur dibuntuti mobil polisi. Lewat microfon, polisi berteriak meminta mobil Gus Dur menepi di pinggir jalan.
“Selamat siang Pak,” kata seorang polisi yang turun dari mobilnya.
“Siang juga,” jawab Nuruddin seraya membuka kaca pintu mobilnya.
“Bapak mengemudi dengan kecepatan tinggi, sangat membahayakan,” sahut polisi yang dibalas anggukan Nuruddin.
Setelah beberapa pertanyaan diajukan, tiba-tiba polisi tadi bengong.
“Itu Pak Gus Dur, ya?” Tanya polisi sambil melihat Gus Dur tengah duduk tertidur di sebelah Nuruddin.
“Iya pak.”
Tanpa menanyai kesalahan Nuruddin yang mengemudi dengan kecepatan tinggi tadi, polisi mempersilahkan Nuruddin melanjutkan perjalanan lagi. Sudah lolos, polisi malah meminta izin untuk mengawal perjalanan Gus Dur sampai ke lokasi.
Saat Gus Dur bangun, ia bertanya perihal kejadian tersebut. Nuruddin pun menjelaskan kepada Gus Dur panjang lebar hingga polisi mengawalnya. “Oooo. Belum tahu dia (polisi),” kata Gus Dur sambil tertawa ngakak. (Qomarul Adib)
Sumber: NU Online