Jakarta, NU Online
Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin menyebut ekonomi Islam sedang merintis model perekonomian alternatif di tengah praktik ekonomi global yang sarat dengan unsur ribawi (mengandung riba) dan condong eksploitatif. Kiai Ma’ruf melihat ekonomi Islam menawarkan pembebasan dunia perekonomian dari kezaliman yang berbasis keuntungan.
Demikian disampaikan Kiai Ma’ruf dalam diskusi bertema “Wujudkan Sistem Ekonomi Islam, dan Memaksimalkan Sumber Energi Alam Untuk Kemaslahatan Umat” yang diselenggarakan Lembaga Takmir Masjid PBNU di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Kamis (15/10) sore.
“Ekonomi Islam itu perpaduan antara prinsip-prinsip ekonomi dan konsep Islam, antara mabadi rabbaniyah dan hilah insaniyah (upaya profesionalisme). Sementara praktik ekonomi global sekarang ini begitu rapuh dengan unsur ribawinya,” kata Kiai Ma’ruf di hadapan sedikitnya 100 peserta diskusi.
Karena begitu rapuhnya, banyak orang sekarang melirik ekonomi Islam sebagai alternatif. “Dalam ekonomi Islam, keuntungan kalau misalnya ada dibagi bersama. Basisnya kejujuran dan kepercayaan. Mekanisme ini yang sedang dibangun,” terang Kiai Maruf.
Menurut Ketua Umum MUI ini, ekonomi Islam sendiri tidak menghalangi orang mencari keuntungan. Hanya saja pelayanan lebih diarahkan pada kemudahan-kemudahan masyarakat. “Ketika ada orang mengalami kesulitan, harus ada toleransi untuk mereka.”
“Yang saya sayangkan, karena perbankan Islam itu masih kecil, maka ia belum bisa memberikan kemudahan-kemudahan karena dananya dana mahal. Karenanya masih harus ada jaminan. Pasalnya dana di bank itu dananya masyarakat. Dengan begitu investasi tetap terlindungi.”
Sementara perbankan Islam, menurut Kiai Ma’ruf, perlu terus mengevaluasi. Perbankan Islam harus terus menginovasi produk-produknya. Berikutnya, sumber daya manusianya. “Selama ini yang masuk ke bank syariah itu tenaga ala kadarnya. Ke depan kita ingin tenaga terbaik.”
Pada prinsipnya, kita dalam hal muamalah selalu mengacu pada kemaslahatan meskipun pandangan fikihnya lemah. Dalam pengambilan keputusan, kita tidak pernah sendiri. kita memiliki forum musyawarah bersama (working grup) antara DSN, OJK, MA, dan juga asosiasi akuntansi.
Jadi mereka terlibat dalam penggodokannya. Fatwanya bagaimana, regulasinya bagaimana oleh OJK, dan akuntansinya. Dan bahkan eksekusinya seperti apa ketika ada konflik, MA mengetahui karena pihak MA terlibat di dalam pembahasannya, tandas Kiai Maruf.
Narasumber lainnya Prof DR Mesbahi Moghaddam dari Teheran yang mengisi materi perbedaan mendasar antara sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis-liberalis. Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK Prof DR Muliaman Hadad lebih banyak mengangkat gerakan menuju ekonomi Islam. (Alhafiz K)
Sumber: NU Online