Jakarta, NU Online
Para kiai pesantren tidak ingin besar sendirian. Kalau pesantren mereka kian dikenal masyarakat, mereka tidak pernah melupakan kampung di mana pesantren berada. Mereka selalu menyebut pesantren mereka dengan menyebut nama kampung setempat.
Demikian disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di hadapan seikitnya 70 peserta diskusi bertajuk “Pancasila sebagai Rumah Kita” pada Rabu (26/8) sore.
“Nasionalisme para kiai jangan ditanya. Mereka tidak peduli nama pesantren mereka tidak terkenal. Bagi mereka, yang penting ialah cinta mereka pada tanah airnya, kampung kelahirannya,” kata Kang Said.
Kepada hadirin dari pelbagai lintas agama, Kang Said menyebutkan nama-nama berbahasa Arab pesantren NU. “Kalau diterjemahkan, nama-nama pesantren mereka bagus sekali. Namun begitu, tetap saja orang lebih kenal pesantren Tegalrejo, Sarang, Krapyak, Lirboyo, Kempek, Tebuireng, Tambakberas, Kajen, Cipasung, dan seterusnya.”
Pada kesempatan berbeda, Kang Said menegaskan bahwa para kiai pesantren telah meninggalkan keteladanan; cinta kampung kelahiran. “Islam Nusantara itu begitu. Nama pesantren berbahasa Arab, tetapi isinya kebangsaan, ke-Indonesiaan,” kata Kang Said di Jakarta, Jumat (28/8) sore.
Ketika ditanya soal pergeseran, ia menjawab bahwa perubahan itu sekurang-kurangnya tetap ada. “Ada memang beberapa pesantren NU yang dikenal namanya ketimbang nama kampungnya. Itu pun hanya sedikit. Masih lebih banyak pesantren yang dikenal nama tempatnya.” (Alhafiz K)
Sumber: NU Online