Judul diatas sebenarnya terprovokasi dari pemikiran saya sendiri tentang Google Chrome dan Chromium, kenapa Google sampai harus memisah keduanya? Apakah sesederhana alasan GPL/Open Source saja?. Dari dasar renunangan menarik itu, tibalah saya pada sebuah tulisan yang dimuat oleh TechDriveIn, tentang ide yang sama. Selain logo, ternyata banyak perbedaan diantara keduanya.
Perbedaan Google Chrome vs Chromium
– Chromium adalah project open source dari Google, sedangkan Google Chrome adalah turunan darinya. Google Chrome adalah versi rebranded dari Chromium sendiri,
– Hampir semua ekstensi milik Chromium dapat diinstall dengan baik di Google Chrome,
– Google Chrome itu 99,99% sama dengan Chromium, plus perubahan sedikit, khususnya fitur auto-updatenya,
– Update Google Chrome lebih komprehensif daripada Chromium yang dapat diupdate tiap hari sehingga lebih rentan dengan bug dan crash.
Isu EULA (End User License Agreement)
Yang paling mengusik dari Google Chrome adalah kontraversi seputar EULA-nya. Dalam EULA-nya disebutkan bahwa seorang yang menggunakan Google Chrome berarti mengijinkan Google secara terus-menerus tidak dapat dibatalkan, seluruh dunia, lisensi bebas-royalti dan non-eksklusif untuk mereproduksi, menyesuaikan, memodifikasi, menerjemahkan, menerbitkan, publik melakukan, publik menampilkan dan mendistribusikan Konten apapun yang Anda serahkan, pasang atau tampilkan pada atau melalui Layanan Google Chrome.
“you give Google a perpetual, irrevocable, worldwide, royalty-free and non-exclusive licence to reproduce, adapt, modify, translate, publish, publicly perform, publicly display and distribute any Content that you submit, post or display on or through the Services.”
Simpulannya, jika anda termasuk orang yang tak terlalu percaya dengan Google, silakan gunakan Chromium. Sekedar sebagai catatan, Google (mungkin) tak terlalu peduli dengan browser yang anda gunakan, apakah IE, Firefox, Opera, Chrome, Chromium atau lainnya, yang penting internet dan layanan berbasis Web-nya bisa berkembang dengan baik.