Jakarta – PKB menyindir Golkar dan PDIP yang tetap ngotot dengan 5 persen parliamentary threshold (PT). Daripada hanya membicarakan PT yang berujung penyederhanaan parpol, lebih baik ikuti saja kebijakan Presiden RI ke-2, Soeharto, dengan ‘membunuh’ parpol-parpol lainnya.
“Kalau teman-teman bicara UU Pemilu tetapi yang dibicarakan hanya penyederhanaan parpol dengan instrumen PT, ngapain repot-repot begitu, itu tidak efektif. Lebih baik ikuti kebijakan Pak Harto saja, yaitu membunuh parpol lain,” ujar Sekretaris FPKB Hanif Dhakiri.
Hanif mengatakan itu di sela-sela acara bakti sosial PKB di Kantor DPP PKB, Jl Raden Saleh, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Minggu (3/7/2011).
Anggota Komisi X DPR itu mengatakan, era pemerintahan Soeharto dari 10 parpol disisakan menjadi 3 parpol. Cara itu dinilai lebih efektif untuk menyederhanakan parpol.
“Teman-teman khususnya PDIP dan Golkar yang ingin PT 5 persen tujuannya apa sih sebenarnya?” tanya Hanif.
Hanif menjelaskan, ada 3 visi soal desain sistem pemilu yang adil dan baik. Pertama, sistem itu mendorong terciptanya sistem kepartaian yang sederhana. Kedua soal azas proporsionalitas, akomodasi-akomodasi parpol dilakukan.
“Kita ini kan bangsa yang plural, masyarakat yang sangat majemuk. Ini kan harus ada akomodasi, kalau tidak buat apa ada sistem pemilu,” tutur Hanif
Ketiga, soal representasi politik dan keterwakilan. Untuk apa sistem pemilu tidak membahas keterwakilan. Pada dasarnya bagaimana suara masyarakat bisa ditransformasi ke dalam kursi yang mewakili mereka.
“Ini harus menjadi misi juga dalam sistem pemilu,” katanya.
Hanif menambahkan, jika PT tinggi, maka jumlah suara yang hilang akan semakin banyak. Ditambah lagi suara yang rusak dan tidak sah.
“Mereka sudah capek-capek ikut pemilu, tiba-tiba suaranya hilang. Jadi nggak logis kalau berbicara membangun sistem pemilu jika yang dibicarakan hanya PT. Sisi proporsionalitas dan representasi politik juga harus dikedepankan,” tutup Hanif. Sumber: Detik.com