Pertama-tama, perlu diapresiasi usaha mencari rezeki halal, yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dalam Islam, Allah mencintai hamba yang bekerja untuk mencari nafkah halal.
Namun, dalam menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipertimbangkan bahwa meskipun jual beli diizinkan dalam Islam, jika terdapat potensi penyalahgunaan untuk maksiat, maka hukumnya dapat berubah. Misalnya, jika ada kekhawatiran bahwa makanan yang dijual akan dimakan oleh orang yang wajib berpuasa, maka hukum menjualnya menjadi haram.
Dalam hal ini, perlu memperhatikan beberapa hal:
- Jika pembeli adalah orang-orang yang tidak wajib berpuasa, seperti anak-anak atau orang sakit, maka menjual makanan tersebut di siang hari bulan Ramadhan adalah diperbolehkan.
- Namun, jika terdapat kekhawatiran bahwa makanan tersebut akan digunakan untuk maksiat, seperti dimakan oleh orang yang wajib berpuasa, maka menjualnya menjadi makruh.
- Lebih lanjut, jika diyakini dengan kuat bahwa makanan tersebut akan digunakan untuk maksiat, maka hukum menjualnya menjadi haram.
Para ulama memberikan penjelasan yang rinci tentang hal ini, menegaskan bahwa menjual makanan yang kemungkinan akan digunakan untuk maksiat menjadi haram. Oleh karena itu, sebaiknya menjual makanan di sore hari menjelang berbuka atau malam hari untuk menghindari potensi kemaksiatan.
Syekh Zakariya Al-Anshari menjelaskan dalam kitab Fathul Wahhab menjelaskan:
وَبَيْعِ نَحْوِ رُطَبٍ) كَعِنَبٍ (لِمُتَّخِذِهِ مُسْكِرًا) بِأَنْ يَعْلَمَ مِنْهُ ذَلِكَ أَوْ يَظُنَّهُ فَإِنْ شَكَّ فِيهِ أَوْ تَوَهَّمَهُ مِنْهُ فَالْبَيْعُ لَهُ مَكْرُوهٌ وَإِنَّمَا حُرِّمَ أَوْ كُرِهَ لِأَنَّهُ سَبَبٌ لِمَعْصِيَةٍ مُحَقَّقَةٍ أَوْ مَظْنُونَةٍ أَوْ لِمَعْصِيَةٍ مَشْكُوكٍ فِيهَا أَوْ مُتَوَهَّمَةٍ
Artinya, “Haram menjual semisal kurma segar, seperti anggur, kepada orang yang menjadikannya sebagai minuman keras, dengan gambaran penjual mengetahui atau menduga kuat akan dijadikan hal tersebut. Tetapi jika dia meragukannya atau hanya mengira-ngira saja, maka jual belinya adalah makruh. Hukum haram atau makruh tersebut dikarenakan penjualan tersebut merupakan sebab dari terjadinya kemaksiatan yang nyata atau yang diduga, atau kemasiatan yang diragukan atau dikira-kira.” (Abu Yahya Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017], juz I, Halaman 286).
Kemudian berkaitan dengan hukum menjual makanan, Syekh Sulaiman Al-Jamal menjelaskan:
قَوْلُهُ وَبَيْعِ نَحْوِ رُطَبٍ إلَخْ) وَمَعَ كَوْنِهِ حَرَامًا فَهُوَ صَحِيحٌ وَمِثْلُ الْبَيْعِ كُلُّ تَصَرُّفٍ يُفْضِي إلَى مَعْصِيَةٍ … وَمِثْلُ ذَلِكَ إطْعَامُ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ كَافِرًا مُكَلَّفًا فِي نَهَارِ رَمَضَانَ وَكَذَا بَيْعُهُ طَعَامًا عَلِمَ أَوْ ظَنَّ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ نَهَارًا كَمَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى لِأَنَّ كُلًّا مِنْ ذَلِكَ تَسَبَّبَ فِي الْمَعْصِيَةِ وَأَعَانَهُ عَلَيْهَا
Artinya, “(Ungkapan penulis: “Dan menjual semisal kurma basah …”) Sekalipun hukum jual belinya haram, namun tetap sah. Sebagaimana jual beli, setiap transaksi yang mendatangkan kemaksiatan hukumnya seperti itu,… Begitu juga hukum seorang muslim mukallaf (baligh dan berakal sehat) memberi makanan kepada non nuslim mukallaf, dan juga menjual makanan yang diketahui atau diduga kuat pembeli akan memakannya di siang hari, sebagaimana fatwa Al-Walid (ِayah Ar-Ramli)–semoga Allah merahmatinya–karena masing-masing itu menyebabkan dan membantu terwujudnya kemaksiatan.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] Juz IV, Halaman 427).
Dengan demikian, secara kesimpulan, membuka warung makan di siang hari bulan Ramadhan adalah diperbolehkan, kecuali jika terdapat potensi penyalahgunaan untuk maksiat. Sebagai solusi, sebaiknya menjual makanan di waktu yang lebih aman, atau hanya melayani orang-orang yang tidak wajib berpuasa.
Disadur dari tulisan NU Online, tulisan Muhammad Zainul Millah