Banyak orang salah paham dengan ungkapan ‘Al-Adab Fauqal Ilmi’ atau adab lebih utama daripada ilmu. Sebenarnya, hal ini bukan berarti bahwa adab lebih penting daripada ilmu, tetapi merupakan peringatan agar kita tidak hanya fokus pada pengetahuan tanpa memperhatikan akhlak dan perilaku yang baik.
Menurut Hadlaratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, adab adalah hasil dari tauhid, iman, dan syariat. Ini artinya, seseorang yang memiliki adab biasanya juga memiliki pemahaman yang baik tentang syariat, keimanan, dan ketuhanan.
Namun, beberapa orang salah memahami ungkapan ini. Mereka cenderung meniru gaya hidup dan perilaku tokoh-tokoh yang dianggap alim tanpa memperhatikan proses dan pemahaman yang mendalam tentang agama. Akibatnya, mereka lebih suka menghadiri acara-acara keagamaan yang meriah daripada memperdalam ilmu agama di majelis ilmu setempat.
Padahal, keberlangsungan Islam selalu bergantung pada kekuatan ilmu. Sebagaimana disampaikan Imam Al-Zarnuji, pemahaman agama yang mendalam adalah pondasi utama dalam beribadah. Bahkan, Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa pemahaman agama yang benar adalah hal terpenting dalam menyembah Allah.
Seseorang yang memiliki ilmu agama biasanya juga mengetahui penyakit-penyakit hati yang bisa merusak ibadah. Oleh karena itu, ilmu agama juga membantu dalam membersihkan hati dan meningkatkan kualitas ibadah seseorang.
Jadi, sebenarnya ungkapan ‘Al-Adab Fauqal Ilmi’ bukanlah untuk mengabaikan ilmu, tetapi untuk mengingatkan pentingnya memiliki akhlak yang baik dalam memperoleh dan menyebarkan ilmu agama. Dengan demikian, seorang muslim dapat menjaga kelestarian Islam dengan ilmu dan adab yang benar.
Ibaroh
KH Hasyim Asyari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim:
وَقَالَ بَعْضُهُمْ : التَّوْحِيْدُ يُوْجِبُ الْإِيْمَانَ، فَمَنْ لَا إِيْمَانَ لَهُ فَلَا تَوْحِيْدَ لَهُ. وَالْإِيْمَانُ يُوْجِبُ الشَّرِيْعَةَ، فَمَنْ لَا شَرِيْعَةَ لَهُ فَلَا إِيْمَانَ لَهُ وَلَا تَوْحِيْدَ لَهُ. وَالشَّرِيْعَةُ تُوْجِبُ الْأَدَبَ، فَمَنْ لَا أَدَبَ لَهُ فَلَا شَرِيْعَةَ لَهُ وَلَا إِيْمَانَ لَهُ وَلَا تَوْحِيْدَ لَهُ
Artinya, “Dan sebagian ulama berkata: “Tauhid pasti (melahirkan) iman. Barang siapa yang tidak memiliki iman, maka dia tidak memiliki tauhid. Iman pasti (melahirkan) syariat. Maka barang siapa yang tidak memiliki syariat, maka dia tidak memiliki iman dan tauhid. Syariat pasti (melahirkan) adab. Barang siapa tidak memiliki adab, maka dia tidak memiliki syariat, iman, dan tauhid. (KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, [Jakarta, Maktabah At-Turmusy Litturats: 2021], halaman 22).
kitab Ihya’:
قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: مَا عُبِدَ اللهُ تَعَالَى بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ فِقْهٍ فِى الدِّيْنِ … وَلِكُلِّ شَيْءٍ عِمَادٌ وَعِمَادُ هَذَا الدِّيْنِ الْفِقْهُ
Artinya, “Nabi Muhammad saw bersabda: “Allah swt tidak disembah dengan sesuatu yang lebih utama dariapda pemahaman terhadap agama yang benar, … Setiap sesuatu ada tiangnya dan tiang agama ini adalah pemahaman agama yang benar.” (HR At-Thabarani). (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Jeddah, Darul Minhaj lin Nasyr Wat Tauzi’: 2011], juz I, halaman 26).
Disadur dan tulis ulang dari Kolom NU Online