JAKARTA – Belakangan ini, kehadiran layanan internet Starlink milik Elon Musk di Indonesia telah memicu berbagai reaksi dari berbagai kalangan, terutama dari para pengusaha lokal di bidang internet dan telekomunikasi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memberikan tanggapannya terhadap keluhan para pengusaha lokal yang merasa terancam oleh kehadiran Starlink. Bagaimana sebenarnya dinamika ini terjadi? Apa dampaknya bagi masyarakat dan bisnis lokal? Mari kita bahas secara mendalam.
Luhut Binsar Pandjaitan: “Kompetisi Adalah Kunci”
Dalam acara bertajuk Ngobrol Seru: Ngobrol yang Paten-paten Aja Bareng Menko Marves yang disiarkan di YouTube pada Kamis, 6 Juni 2024, Luhut Binsar Pandjaitan memberikan komentar terkait keluhan pengusaha lokal tentang Starlink. “Kalau kamu enggak bisa berkompetisi ya salahmu,” kata Luhut. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah membuka pintu bagi semua pemain, baik lokal maupun internasional, untuk berkompetisi di pasar yang sehat.
Luhut menambahkan bahwa alasan utama Starlink diizinkan masuk ke Indonesia adalah untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak. Kehadiran Starlink dinilai bisa memberikan manfaat besar bagi masyarakat luas. “Sebenarnya kami mau memberikan kesempatan yang sama buat semua orang, dan saya kira (Starlink) akan memberikan juga servis yang bagus pada rakyat banyak, yang paling diuntungkan siapa sih? Ya masyarakat kan?” ungkap Luhut.
Manfaat Starlink bagi Masyarakat Indonesia
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Luhut adalah bahwa harga layanan internet Starlink yang lebih murah dapat mempermudah akses bagi masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil. Ia mencontohkan bagaimana tenaga kesehatan di wilayah terpencil akan sangat terbantu dengan adanya layanan internet yang lebih terjangkau.
“Dengan Starlink, kan cost-nya jauh lebih murah daripada telko-telko lain. Itu di daerah terpencil dia bisa mendapatkan saran dari dokter berpengalaman di Jakarta. Sampai pada titik operasi juga dari jarak jauh bisa dilakukan juga dari Jakarta,” jelas Luhut. Hal ini menunjukkan potensi besar Starlink dalam meningkatkan layanan kesehatan di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Selain itu, Luhut juga menyoroti bagaimana Starlink dapat menggantikan kebutuhan akan base transceiver station (BTS) di berbagai daerah. “Coba kalau kita lihat kemarin ini, BTS-BTS itu, sekarang enggak perlu ada BTS-BTS, kan sudah ada Starlink?” tambahnya.
Keluhan Pengusaha Lokal
Meskipun pemerintah melihat kehadiran Starlink sebagai peluang, para pengusaha lokal di sektor internet dan telekomunikasi merasa khawatir. Beberapa pemain besar seperti Telkom, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hingga Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) telah mengutarakan kekhawatiran mereka.
Direktur Wholesale Telkom, Bogi Witjaksono, mengungkapkan bahwa kemampuan direct to cell Starlink, meskipun masih dalam tahap awal, dapat mengancam layanan lokal. “Ini yang memungkinkan Starlink bisa mengakses langsung telepon seluler dalam waktu dekat. Meskipun sekarang sudah bisa, tetapi hanya untuk emergency atau SOS, maupun short messages,” kata Bogi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI.
Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, juga menyuarakan kekhawatirannya. “Kalau sampai direct to cell sih itu benar-benar kami hulu ke hilir bisa habis,” kata Arif. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam bahwa layanan internet berbasis satelit ini bisa memonopoli pasar dan menggerus pangsa pasar lokal.
Persaingan Harga yang Ketat
Salah satu faktor yang membuat pengusaha lokal merasa terancam adalah perbedaan harga yang signifikan antara layanan Starlink dan layanan lokal. Sekretaris Jenderal Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), Sigit Jatiputro, mengungkapkan bahwa harga layanan Starlink jauh lebih murah dibandingkan layanan lokal. Harga layanan Very Small Aperture Terminal (VSAT) unlimited dari pengusaha lokal bisa mencapai Rp 3,5 juta per bulan, sedangkan Starlink hanya Rp 750 ribu.
Selain itu, harga perangkat Starlink juga lebih kompetitif. Perangkat Starlink dijual dengan harga Rp 4,68 juta setelah diskon, sedangkan perangkat lokal paling murah sekitar Rp 9,1 juta. “Walaupun ini baru 1-2 minggu, tapi sudah terasa penurunan di eksisting (bisnis lokal). Jadi menurut saya kalau dibilang mengganggu, sudah terasa penurunan penjualan eksisting VSAT lokal,” keluh Sigit.
Dampak Jangka Panjang bagi Bisnis Lokal
Kehadiran Starlink yang menawarkan harga lebih murah dan teknologi canggih membuat banyak pengusaha lokal khawatir akan keberlangsungan bisnis mereka. Sigit memprediksi bahwa pemain VSAT lokal mungkin tidak akan bertahan dalam waktu setahun jika tren ini berlanjut. “Saya tidak tahu tapi kalau diambil ekstremnya mungkin pemain VSAT dalam negeri tidak akan bertahan dalam setahun,” ujarnya.
Sigit juga menjelaskan bahwa ada sekitar 15 pemain bisnis satelit di Indonesia yang saat ini sudah merasakan dampak dari kehadiran Starlink. Kebanyakan perusahaan ini menyediakan layanan untuk sektor bisnis seperti pertambangan atau wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Dengan hadirnya Starlink yang juga menyasar kalangan bisnis dan residensial, persaingan menjadi semakin ketat.
Penutup
Kehadiran Starlink di Indonesia merupakan fenomena yang menarik dan penuh tantangan. Di satu sisi, pemerintah melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan akses internet bagi masyarakat luas, terutama di daerah terpencil. Di sisi lain, pengusaha lokal menghadapi tantangan berat untuk berkompetisi dengan layanan yang lebih murah dan canggih ini.
Pemerintah harus bijak dalam menyeimbangkan kepentingan masyarakat dan keberlangsungan bisnis lokal. Masyarakat Indonesia tentu berharap agar akses internet semakin mudah dan murah, namun di saat yang sama, ekosistem bisnis lokal juga perlu didukung agar tetap dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional.
Bagaimana perkembangan selanjutnya? Apakah Starlink akan mendominasi pasar internet di Indonesia, ataukah pengusaha lokal akan menemukan cara untuk beradaptasi dan bersaing? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang pasti, kompetisi ini harus dilihat sebagai peluang untuk terus berinovasi demi kepentingan bersama.
Sumber: Suara.com