
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi tengah mempertimbangkan kebijakan kontroversial: memasukkan mata pelajaran wajib militer (Wamil) ke dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, kebijakan ini tidak akan berlaku untuk semua siswa. Wamil akan menjadi semacam “hukuman” atau pembinaan khusus bagi siswa yang terlibat dalam kegiatan negatif seperti geng motor dan perkelahian antarsiswa.
Gagasan ini muncul sebagai respons terhadap maraknya kasus kenakalan remaja yang melibatkan siswa SMA di Jawa Barat. Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program wamil ini akan menyasar siswa yang tertangkap basah melakukan balapan liar, terlibat dalam geng motor, atau terlibat dalam tawuran antar-pelajar.
“Rencananya mereka yang tertangkap karena balapan liar di jalan kemudian terlibat geng motor, kena perkelahian antar-pemuda antara siswa, kita akan masukkan wajib militer,” tegas Dedi seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (24/2/2025).
Untuk merealisasikan program ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menggandeng Komando Daerah (Kodam) Militer III/Siliwangi dan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat. Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan pelatihan yang efektif dan terarah bagi siswa yang bermasalah.
Alokasi Anggaran Khusus untuk Menangani Geng Motor dan Premanisme
Selain wamil, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menunjukkan keseriusannya dalam menangani masalah geng motor dan premanisme dengan mengalokasikan anggaran khusus. Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa alokasi anggaran ini cukup signifikan dan diharapkan dapat mendukung berbagai program pencegahan dan penanggulangan.
“Iya jadi gini geng motor sudah kita membuat alokasi untuk menangani geng motor dan premanisme di Jabar. Relatif lumayan alokasinya,” jelasnya.
Namun, Dedi tidak merinci lebih lanjut mengenai besaran anggaran yang dialokasikan atau program-program spesifik yang akan didanai.
Kebijakan Pro-Rakyat: Ijazah Siswa Sekolah Swasta Wajib Diberikan, Tunggakan Ditanggung Pemerintah
Di tengah upaya penegakan disiplin, Dedi Mulyadi juga menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat dengan mengeluarkan kebijakan yang meringankan beban siswa sekolah swasta di Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa siswa yang belum melunasi biaya pendidikan tetap berhak untuk mendapatkan ijazah mereka setelah lulus.
Menurut Dedi, pihak sekolah wajib memberikan ijazah kepada siswa yang bersangkutan, dan tunggakan biaya pendidikan akan ditanggung oleh pemerintah daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada siswa yang terhambat masa depannya hanya karena masalah finansial.
“Harus tetap diberikan,” kata Dedi dikutip dari akun TikTok resminya, Senin (24/2/2025).
Mekanisme pelaksanaannya adalah sekolah cukup mencatat nominal tunggakan siswa yang belum diambil ijazahnya. Selanjutnya, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas pendidikan di seluruh wilayah Jawa Barat akan melakukan verifikasi dan memberikan kompensasi kepada sekolah yang belum mendapat bantuan dari pemerintah daerah.
“Sehingga kami tetap memiliki tanggung jawab terhadap seluruh rakyat Jawa Barat yang sudah melakukan sekolah tapi ijazahnya masih ditahan. Dan kami bertanggungjawab terhadap biaya yang ditimbulkan karena itu merupakan kewaiiban negara,” terang Dedi Mulyadi.
Kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat, terutama orang tua siswa yang merasa terbantu dengan adanya jaminan dari pemerintah daerah.
Tantangan dan Kontroversi
Kebijakan-kebijakan yang digagas oleh Dedi Mulyadi ini tentu bukan tanpa tantangan dan kontroversi. Program wamil untuk siswa yang bermasalah berpotensi menuai kritik dari berbagai pihak, terutama terkait dengan efektivitasnya dalam mengubah perilaku siswa dan potensi pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, implementasi kebijakan ini juga membutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, Kodam Siliwangi, Polda Jawa Barat, dan pihak sekolah.
Kebijakan terkait ijazah juga memiliki tantangan tersendiri. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa proses verifikasi dan kompensasi berjalan lancar dan transparan agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Selain itu, perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan anggaran oleh pihak sekolah.
Terlepas dari tantangan dan kontroversi yang mungkin timbul, kebijakan-kebijakan yang digagas oleh Dedi Mulyadi ini menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.