
Dalam dunia biologi, fototropisme adalah fenomena tanaman, tumbuh dan bergerak sebagai respons terhadap rangsangan cahaya. Lebih dari sekadar gerakan sederhana, fototropisme adalah simfoni kompleks dari sinyal kimiawi, transportasi hormon, dan perubahan seluler yang memungkinkan tanaman memaksimalkan penyerapan energi matahari untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Fenomena ini tidak terbatas pada tanaman saja, tetapi juga dapat diamati pada organisme lain seperti fungi.
Pada tanaman, sel-sel yang berada di sisi terjauh dari cahaya memainkan peran penting dalam fototropisme. Sel-sel ini mengandung hormon bernama auxin yang bereaksi ketika fototropisme terjadi. Reaksi ini menyebabkan sel-sel di sisi yang teduh memanjang lebih cepat, sehingga batang tanaman membengkok ke arah sumber cahaya. Proses ini diatur oleh hipotesis Cholodny-Went, yang menyatakan bahwa cahaya asimetris menyebabkan auxin bermigrasi ke sisi yang teduh, memicu pemanjangan sel dan pembengkokan tanaman. Auxin mengaktifkan pompa proton, menurunkan pH di sel-sel sisi gelap, mengaktifkan enzim ekspansin yang melemahkan dinding sel, dan meningkatkan tekanan turgor, sehingga sel-sel membengkak dan mendorong gerakan fototropik.

Peran kunci dalam fototropisme juga dimainkan oleh protein yang dikodekan oleh gen PIN, yang berfungsi sebagai transporter auxin. Protein PIN3, khususnya, diidentifikasi sebagai pembawa auxin utama. Diperkirakan bahwa fototropin menerima cahaya dan menghambat aktivitas PINOID kinase (PID), yang kemudian meningkatkan aktivitas PIN3. Aktivasi PIN3 ini menyebabkan distribusi auxin yang tidak simetris, yang selanjutnya menyebabkan pemanjangan sel yang tidak simetris di batang. Mutan pin3 menunjukkan hipokotil dan akar yang lebih pendek daripada tipe liar, fenotipe yang sama yang terlihat pada tanaman yang tumbuh dengan inhibitor aliran keluar auxin.
Di ujung pucuk tanaman, terdapat koleoptil yang sangat penting dalam mendeteksi cahaya. Di sinilah terdapat fototropin, terutama PHOT1 dan PHOT2, yang sangat aktif. Mutan tunggal phot2 menunjukkan respons fototropik yang mirip dengan tipe liar, tetapi mutan ganda phot1 phot2 tidak menunjukkan respons fototropik sama sekali. Jumlah PHOT1 dan PHOT2 yang ada bervariasi tergantung pada usia tanaman dan intensitas cahaya. Daun Arabidopsis dewasa mengandung PHOT2 dalam jumlah tinggi, yang juga terlihat pada ortolog beras. Ekspresi PHOT1 dan PHOT2 berubah tergantung pada adanya cahaya biru atau merah.

Selain PHOT1 dan PHOT2, studi terbaru mengungkapkan bahwa beberapa kinase AGC lainnya juga terlibat dalam fototropisme tanaman. PINOID, misalnya, menunjukkan pola ekspresi yang dapat diinduksi cahaya dan menentukan relokasi subseluler PIN3 selama respons fototropik melalui fosforilasi langsung. Selain itu, D6PK dan homolog D6PKL-nya memodulasi aktivitas transportasi auxin PIN3, kemungkinan juga melalui fosforilasi. Di hulu D6PK/D6PKL, PDK1.1 dan PDK1.2 bertindak sebagai aktivator penting untuk kinase AGC ini. Menariknya, kinase AGC yang berbeda mungkin berpartisipasi dalam langkah-langkah yang berbeda selama perkembangan respons fototropik.
Pada tahun 2012, Sakai dan Haga menguraikan bagaimana konsentrasi auxin yang berbeda dapat muncul di sisi batang yang teduh dan terang, yang memicu respons fototropik. Mereka mengusulkan lima model yang menjelaskan bagaimana auxin didistribusikan dalam tanaman Arabidopsis thaliana. Model-model ini berkisar dari deaktivasi auxin oleh cahaya hingga penghambatan biosintesis auxin, aliran horizontal auxin, penghambatan aliran basipetal auxin, dan kombinasi aliran vertikal dan horizontal auxin. Studi mereka menyimpulkan bahwa distribusi auxin asimetris yang diamati dan respons fototropik berikutnya di hipokotil tampaknya paling sesuai dengan skenario kelima, yang menggabungkan elemen model 3 dan 4.
Fototropisme pada tanaman seperti Arabidopsis thaliana diarahkan oleh reseptor cahaya biru yang disebut fototropin. Selain itu, fitokrom yang mendeteksi cahaya merah dan cryptochrome yang mendeteksi cahaya biru juga memainkan peran penting. Organ tanaman yang berbeda dapat menunjukkan reaksi fototropik yang berbeda terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda. Ujung batang menunjukkan reaksi fototropik positif terhadap cahaya biru, sedangkan ujung akar menunjukkan reaksi fototropik negatif terhadap cahaya biru. Baik ujung akar maupun sebagian besar ujung batang menunjukkan fototropisme positif terhadap cahaya merah. Kombinasi respons dari fitokrom dan cryptochrome memungkinkan tanaman merespons berbagai jenis cahaya dan menghambat gravitropisme di hipokotil.