
Rian Adriandi, seorang komedian yang bertransformasi menjadi sutradara film animasi, berbagi pengalaman inspiratif di balik kesuksesan film “Jumbo”. Film animasi Indonesia ini ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat Indonesia.
Rian menekankan pentingnya melibatkan orang lain dalam proses kreatif. Dengan mengundang orang lain ke dalam proses pembuatan film, tanpa disadari muncul rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Rian juga meyakini bahwa tidak ada ilmu yang sia-sia. Pengalaman sebagai komedian membekalinya dengan kemampuan public speaking dan design thinking yang sangat berguna dalam menyutradarai film animasi.
Rian bercerita tentang pengalamannya melamar kerja di Pixar yang ditolak berkali-kali. Namun, penolakan tersebut justru menjadi motivasi untuk mengembangkan diri. Feedback yang diberikan oleh Pixar sangat berharga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri. Rian juga menyadari bahwa setiap orang memiliki keunikan masing-masing dan tidak perlu terpaku pada idola.
Kesuksesan “Jumbo” tidak lepas dari faktor “fluk” atau keberuntungan. Film ini dirilis pada momen yang tepat, yaitu saat libur Lebaran, di mana banyak keluarga yang belum sempat ke bioskop. Selain itu, word of mouth dari penonton yang puas juga sangat membantu meningkatkan jumlah penonton. Rian dan timnya juga memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan penonton dan membangun rasa memiliki terhadap film tersebut.
“Jumbo” ditujukan untuk semua umur. Dengan tagline “film untuk kita, untuk anak-anak kita, dan untuk anak-anak dalam diri kita”, film ini berhasil menjangkau berbagai kalangan usia. Rian sengaja mengambil latar tahun 2000-an untuk membangkitkan nostalgia orang tua dan memperkenalkan kehidupan tanpa gadget kepada anak-anak.
Rian juga menyoroti masalah bullying yang masih marak terjadi di kalangan anak-anak. Ia berharap film “Jumbo” dapat menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk berbagi pengalaman dan perasaan mereka.
Rian mengamati bahwa generasi muda saat ini tumbuh di era digital yang serba cepat. Ia mengajak generasi muda untuk belajar mendengarkan, baik mendengarkan orang lain maupun mendengarkan diri sendiri. Rian juga menekankan pentingnya jujur pada diri sendiri dan berani mengungkapkan perasaan.
Proses pembuatan film animasi “Jumbo” memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang lebih besar dibandingkan film biasa. Namun, Rian dan timnya tidak menyerah dan terus berusaha memberikan yang terbaik. Rian juga sangat bersyukur dapat bekerja sama dengan Angga Sasongko dan Visinema Studios yang memberikan dukungan penuh dan kebebasan berekspresi.
Rian tidak ingin terbebani dengan kesuksesan “Jumbo” dan tidak ingin memaksakan diri untuk membuat film lanjutan yang harus lebih sukses. Ia ingin tetap berkarya dengan passion dan genuinitas yang sama seperti saat membuat film pertama.
Rian meyakini bahwa kualitas adalah model bisnis terbaik. Produk yang baik akan mengubah konsumen menjadi fans yang loyal. Rian juga belajar banyak dari pengalaman membuat film animasi di Amerika Serikat. Ia mengagumi sistem pengarsipan yang baik dan akses yang mudah terhadap sumber daya.
Rian berpesan kepada anak-anak muda untuk tidak takut pada penolakan. Penolakan dapat menjadi motivasi untuk mengembangkan diri dan menemukan kekuatan diri. Rian juga mengajak anak-anak muda untuk berani membuat kesempatan sendiri dan tidak terpaku pada pola-pola yang sudah ada.
Rian menutup perbincangan dengan menekankan pentingnya passion, konsistensi, dan kesabaran dalam berkarya. Dengan passion, konsistensi dan kesabaran, kita dapat menciptakan masa depan baru yang lebih baik.